JABAR MEMANGGIL- Sekelompok pecinta pipa rokok atau padudan memproduksi sendiri berbagai jenis padudan dengan bahan berkualitas tinggi. Mereka tergabung dalam Smoking Pipe Community.
Komunitas ini kami bentuk sebagai ajang silaturahmi sesama pecinta pipa rokok. Kami sering mengadakan kopi darat untuk berbagi pengalaman,dan ke depannya komunitas ini ingin lebih berkembang lagi, ujar Ketua Smoking Pipe Community, Teguh, Kamis (27/2/2025).
Dirinya menambahkan komunitas yang berbasis di GOR PKPRI, depan SMPN 3 Sumedang di Jln. Dokter Saleh no.1, Kelurahan Regol Wetan, Kecamatan Sumedang Selatan tersebut memiliki sekitar 55 anggota dari berbagai macam profesi, mulai dari ASN, pensiunan polisi, pegawai swasta, guru, hingga masyarakat umum.
Dalam pembuatannya beberapa bahan yang digunakan untuk padudan diantaranya Kayu Sonokeling, Kelapa, Fornis, Galih Asem, Kaboa, Tali Arus, Kelor, bahkan Gading Gajah dan Tanduk Rusa.
Bahkan kayu seperti Sonokeling mereka ambil bahan yang sudah tidak terpakai dari hutan di daerah Buahdua, Surian, Tomo, dan Ujungjaya dengan konsep daur ulang.
Kami hanya mengambil bagian akar atau dahan yang sudah mati agar tidak terbentur proses hukum, karena kayu Sonokeling ini termasuk kayu yang dilindungi seperti kayu Jati, ungkapnya.
Teguh menjelaskan, setiap pipa rokok dibuat dengan seni yang khas. Ada yang berbentuk lilitan ular dari kayu Fornis, pipa panjang 33 cm dari akar Sonokeling, hingga desain unik dari Kaboa yang menyerupai tokoh Petruk.
"Keunikan dan keindahan pipa rokok buatan kami menarik perhatian banyak pembeli, tidak hanya dari Sumedang tetapi juga dari Bandung, Bogor, dan Sukabumi. Harga pipa rokok bervariasi, mulai dari Rp 50 ribu rupiah hingga Rp. 3 juta rupiah Bergantung bahan, tingkat kesulitan, dan nilai seni yang terkandung di dalamnya," katanya.
Namun demikian, Teguh mengakui bahwa produksi pipa rokok masih menghadapi kendala. seperti keterbatasan modal, bahan baku, serta tingkat kesulitan pembuatan yang sangat bergantung pada mood pengrajin.
Untuk merawat pipa rokok, lanjutnya, komunitas menyarankan penggunaan madu dan cottonbud agar tetap bersih dan terjaga kualitasnya.
Ke depan Teguh berharap komunitasnya bisa terus berkembang dengan dukungan dana dan bahan baku yang lebih terjamin.
"Kami bercita-cita membentuk badan usaha agar komunitas memiliki pemasukan yang lebih stabil," tuturnya.